Wahai Abu Umair, apa yang dilakukan nughair?"
Anas bin
Malik radhiallahu anhu berkata, 'Dahulu Rasulullah saw suka bercengkrama
dengan kami, bahkan terhadap adik saya yang masih kecil dia bekata,
يَا أَبَا عُمَيْرٍ مَا فَعَلَ النُّغَيْرُ
"Wahai Abu Umair, apa yang dilakukan nughair?" (Muttafaq alaih)
Abu
Umair adalah kunyah seorang bocah kecil. Dia memiliki burung kecil
kesayangan sejenis burung pipit. Dalam bahasa Arab dipanggil Nughar.
Agar sepadan dengan kata Umair, maka kata 'nughar' beliau sebut dengan
kata nughair yang dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah tashgir.
Ungkapan
yang menunjukkan keakraban terhadap anak-anak sesuai dengan jiwa
mereka. Jika hal ini diungkapkan oleh orang yang baru berusia belasan
tahun, mungkin masih mudah dipahami. Tapi perkataan tersebut diungkapkan
Rasulullah saw yang ketika itu ditaksir berusia lima puluh tahun ke
atas. Hal ini menunjukkan akhlak mulia Rasulullah saw yang konstan dan
utuh, tidak berubah atau terbelah. Keramahan, keakraban, perhatian,
kejujuran dan semua perangai baiknya, terbagi rata dalam setiap keadaan
dan untuk semua lapisan. Suatu hal yang semakin melengkapi keutamaan
pribadi Rasulullah saw.
Sebuah sikap yang sepatutnya mengingatkan
kita untuk sedapat mungkin menjaga agar perangai dan akhlak kita tetap
konstan, siapapun yang ada di hadapan. Jangan sampai seseorang tampak
begitu santun di hadapan atasan namun ketus memperlakukan bawahan,
anggah ungguh terhadap orang kaya tapi jumawa kepada mereka yang tak
berpunya. Sopan terhadap tetangga elit, namun lancang terhadap tetangga
ekonomi sulit. Dapat akrab dan bercanda dengan orang dewasa, tapi dingin
tanpa ekspresi terhadap anak-anak. Senyumnya yang tersungging di
depan kamera berganti dengan mulut yang selalu ditekuk dalam kehidupan
nyata.
Akhlak seharusnya menyatu menjadi jati diri kapan dan
dimanapun, apa adanya, spontan, tidak dibuat-buat, tidak direkayasa,
apalagi sekedar menampilkan citra. Ketika akhlak kita masih sangat
tergantung dengan kedudukan orang yang kita hadapi, disini kita perlu
berhenti sejenak, menangkap kekurangan, lalu memperbaiki keadaan.
Suatu
saat Rasulullah saw merasa kehilangan seorang wanita hitam yang biasa
beliau lihat menyapu masjid. Lalu beliau bertanya kepada para shahabat.
Mereka berkata, 'Dia meninggal dunia.' Seakan-akan mereka meremehkannya.
Rasulullah berkata, 'Mengapa kalian tidak memberitahu aku.' Lalu
Rasulullah saw minta ditunjukkan kuburnya, kemudian beliau shalat
(jenazah) di atasnya." (Muttafaq alaih)
Begitulah
Rasulullah saw memperlakukan seseorang. Sekali lagi, apa adanya,
mengalir begitu saja dan tidak dibuat-buat. Namun disitulah kemuliaan
akhlak beliau tampak berkilauan, menjadi teladan abadi dalam
kehidupan.
Asytaaqu ilaika yaa Rasuulallah….
Riyadh, Rabi'ul Tsani 1432
Category: islam
0 komentar