Welcome

product 1

selamat datang di klikaneh klikdisini dan dapatkan pengetahuan baru disini.

klik

product 1

Hanya di klik aneh anda akan mendapatkan artikel yang unik dan aneh selengkapnya.

Aneh

product 1

berpetualanglah bersama kami disini selanjutnya selamat membaca didunia klikaneh.

TULISAN ILMIAH (draft karya ilmiah dirosah Islamiyah Maktab Dakwah Badi'ah)

sesuatu yang unik | 19.22 | 0 komentar


TULISAN ILMIAH
(draft karya ilmiah dirosah Islamiyah Maktab Dakwah Badi'ah)
EMAS, UANG KERTAS DAN SEPOTONG SINGKONG
Agung Union Prasetijo



 Sejarah Uang (Dinar dan Dirham)
Emas (juga perak) adalah benda universal yang digunakan orang-orang tempo doeloe untuk transaksi perdagangan. Ya, perdagangan dengan barter barang sungguh tidak nyaman dan pembuatan uang sebagai transaksi universal merupakan satu masa penting dalam peradaban manusia. Suku-suku Arab sebelum Islam pun mengenal uang Dinar emas dari Romawi serta Dirham perak dari Persia, pada saat mereka keluar untuk berdagang.

Hingga pada suatu masa, 4 tahun sepeninggal Rasulullah SAW (536 M), Khalid bin Walid pun berinisiatif membuat mata uang sendiri bagi bangsa Arab. Uang ini meniru dinar Romawi dan dicetak di Thabariyah - Syria. Lama sesudah itu, kebutuhan akan uang dengan pecahan kecil semakin besar, sehingga tahun 648 M pun Dirham perak dibuat di Thabaristan - Persia untuk kebutuhan bangsa Arab pada waktu itu. Baru, pada tahun 685 pemerintahan Islam yang ada dan dipegang oleh Abdulmalik bin Marwan dari dinasti Umayyah, mengambil alih pembuatan dan pengurusannya demi kepentingan bangsa Arab, dan Damaskus adalah tempat pencetakan koin, sehingga dinamakan koin ini koin dimaskiyah.

Perkembangan teknologi pencetakan mata uang Dinar dan Dirham serta standarisasinya dari tahun ke tahun makin baik. Hingga, telah distandarkan sejak lama bahwa Dinar adalah mata uang emas dengan berat 4.25 gram dan Dirham setara dengan 2.975 gram perak. (perbandingan dinar dan dirham adalah 10 : 7). Untuk itu, dengan standarisasi yang baku dan diterima di banyak negara, nilai Dinar dan Dirham menjadi sama di berbagai negara. Alhasil, 1 Dinar emas buatan suatu negeri nilainya akan sama dengan 1 Dinar yang diproduksi negeri lain. Namun, di sini harusnya ada syarat, yaitu koin tersebut diproduksi oleh Pemerintah sah dari negeri2 yang ada tersebut. Apabila pembuatannya hanya perorangan atau pun perusahaan swasta, maka koin Dinar tersebut tidak dapat dijadikan "mata uang" resmi, sehingga nilainya akan berbeda manakala kita membeli dan menjualnya. Hal ini disebabkan karena uang tersebut belumlah menjadi alat tukar resmi.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhZOUx3clOurIqzeorRc1TVR-eTDbCgTCt_9wUMWkX81sZbgM2rojGMyNqEGMaL6Y6vedI6p9N_Kc_nh7x1E7RTbiL0k1CYVvvnrstudDOhYwoDeRxQL793GADOgX5YBfQuPpjLWXZpTaEG/s400/z+02+Dec.+08+-+Badak+Rp+100,-+th.1977++03+-+res.150.jpgBerbeda dengan uang kertas yang kini semua pemerintah tiap negeri mencetaknya dan merestui peredarannya, uang tersebut yang dinyatakan sebagai alat tukar resmi tidaklah dapat diperjual-belikan. Sehingga tidak ada istilah membeli Rupiah atau menjual rupiah, karena 100 rupiah telah ditetapkan nilainya 100 rupiah. Tidak ada istilah membeli rupiah dengan rupiah. Yang ada adalah menukar rupiah dengan nilai yang sama: seratus rupiah ditukar dengan 2 buah uang 50 rupiah.

Hal yang membedakan uang kertas dari emas sebagai alat tukar adalah, bahwa nilai tukar mata uang masing-masing negeri berbeda. Sehingga ada istilah membeli dollar dengan rupiah. Alhasil, meski sama-sama alat tukar, ternyata lintas alat tukar masih dapat diperjual-belikan. Berbeda dengan emas, ketika standar emas yang dikeluarkan tiap-tiap negeri adalah sama, 1 dinar 22 karat 4.25 gram, meski dengan gambar yang berbeda: satu gambar Ben Franklin dan satunya gambar Soekarno-Hatta, maka, kedua koin tersebut tidak lagi dapat diperjual-belikan. Tidak ada istilah membeli Dinar Ben Franklin dengan Dinar Soekarno-Hatta. Apa pasal? karena semua telah mengacu pada sebuah komoditas yang nilainya universal.

Mata uang kertas tidak mengacu pada apa pun. Apabila dikaitkan dengan ongkos pembuatan pun, nilai 10 dollar dan 100 dollar akan sama, dan ini bukanlah sebuah alasan yang kuat untuk menjadikannya sebagai alat tukar. Inilah mengapa uang kertas berbeda nilainya, mengikuti kebutuhan. makin sulit dicari di suatu negeri, makin tinggi harganya. Contohnya pun jelas: gara-gara Federal Reserve yang secara jor-joran dan cenderung tidak terkendali mencetak dollar, yang terjadi adalah nilai dollar yang terus melaju turun dibandingkan dengan nilai mata uang rivalnya. Dollar vs Rupiah pun melenggang 9200, 8920, 8728, 8626, ....  Dan kebalikannya pun sebagai bukti bahwa nilai dollar semakin turun dengan semakin banyaknya uang yang beredar: naiknya harga bahan pokok, melambungnya harga emas... (meski naiknya harga bahan pokok sedikit-banyak juga dipengaruhi oleh supply and demand).

Perbedaan uang kertas dari Dinar emas lainnya adalah bahwa uang kertas akan bernilai lebih rendah apabila dibawa keluar dari negeri asalnya. Uang rupiah yang dibawa ke negeri haramain tidak bisa secara langsung digunakan untuk membeli laban ataupun nasi kabsah. Tidak ada satu toko pun yang mau menerima uang rupiah. Alhasil, nilainya pasti turun. Ingat, demand and supply, karena hubungan dua uang kertas dari 2 negeri berbeda adalah bukan lagi keduanya merupakan alat tukar, melainkan dianggap sebagai komoditas. Di sini, penulis melihat bahwa uang kertas negeri satu dengan lainnya bukan lagi merupakan alat tukar, namun satunya akan berlaku sebagai komoditas terhadap yang lain. Maka dari itu ada perbedaan nilai terhadap mata uang lain dalam membeli dan menjual mata uang asing. Sehingga, hukum tentang uang kertas sebagai alat tukar hanya berlaku di negerinya masing-masing, sedangkan terjadinya transaksi antar dua mata uang kertas yang berbeda tidak bisa lagi dianggap keduanya adalah alat tukar yang seimbang. Karena ketidakseimbangan nilai inilah, maka berakibat pada terjadinya transaksi jual-beli.

Lalu, dengan sunatullah yang seperti ini, kedudukan mata uang yang dibeli akhirnya setara dengan sebuah komoditas layaknya beras atau jagung, bisa diperjual-belikan. Hukumnya akhirnya sama dengan hukum jual-beli komoditas, bukan lagi hukum sesuatu sebagai alat-tukar seperti emas dengan emas, perak dengan perak, juwawut dengan juwawut, dollar dengan dollar, rupiah dengan rupiah, bukan dollar dengan rupiah, dan dilaksanakan dengan kontan, dari tangan ke tangan. Dus, dengan kata lain, sesuatu akan memiliki kekuatan sebagai alat tukar apabila ia diakui dan disahkan oleh Pemerintah suatu negeri dan hukum tukar-menukarnya adalah kontan. Ia tidak dapat diperjual-belikan, hanya bisa dipertukarkan: 100 rupiah ditukar dengan 2 buah 50 rupiah.

Ketika mimpi United Nations mengatur mata uang dunia, bahwa 1 Dollar setara dengan 8000 rupiah, 1 Dollar juga setara dengan 0,62 Euro, dan 1 Euro setara degnan 14.100 rupiah dan berlaku tetap serta menyatakan seluruh mata uang berlaku sebagai nilai tukar dimana-mana negeri, maka tidak menutup kemungkinan dalam mimpi tersebut kita dapat membeli laban dan kabsah dengan rupiah. Mengapa demikian? Karena pemerintah dunia telah merestui dan mengikat seluruh mata uang di dunia ini dengan patokan yang jelas. Sebenarnya mimpi ini telah menjadi kenyataan, yaitu sebelum tahun 1971, manakala masing-masing negeri menggunakan cadangan emasnya sebagai patokan untuk mencetak uang. Punya 5 ton emas, maka uang yang dicetak setara dengan harga 5 ton emas. Patokan seluruh negeri adalah sama, yaitu emas. Kini, kenyataan itu sirna dengan dibolehkannya suatu negeri mencetak uang sak-udhele-dhewe sehingga menyebabkan zimbabwe kolaps, Indonesia krisis hingga 1 dollar mencapai 15.000 rupiah. Duh!

Patokan pasti dalam sebuah mata uang kini tidak ada lagi. Mata uang lintas negeri kini tidak lagi sama kedudukannya. masing-masing dapat berubah kedudukannya: satunya sebagai komoditas, dan yang lainnya sebagai alat tukar, tergantung mana yang dibeli. Lalu bagaimana kedudukan hukumnya? Dalam Islam, tukar menukar mata uang haruslah dilakukan dalam jumlah yang sama. Namun hal ini, menurut hemat penulis, tidak dapat diberlakukan dengan 2 mata uang yang berbeda. Hukum hanya mencapai mata uang yang sama: setara nilainya dan kontan, dari tangan ke tangan, sedang untuk mata uang yang berbeda, berlaku layaknya komoditas: semaunya nilainya dan tidak perlu kontan, dari tangan ke kaki.


Lalu apa persamaannya uang kertas dengan singkong? Keduanya sama-sama berubah nilainya ketika berpindah habitat. Hanya bedanya, uang kertas akan turun nilainya meski masih tercantum angkanya Rp 100,- sedang singkong akan naik nilainya. Di negeri haramain, sekilo singkong bisa berharga 8 reyal, yang setara dengan 18000 rupiah, sedang di habitatnya sendiri indonesia, harganya paling banter 1400 rupiah.

Singkong adalah komoditas di habitatnya dan diluar habitatnya. ia adalah barang yang bisa diperjual-belikan dan mekanisme pasar mempengaruhi perbedaan harganya. makin tinggi demand, harganya akan melonjak, sedang over supply mengakibatkan harga akan anjlok. Uang kertas adalah alat tukar di habitat aslinya, dan tidak lagi berfungsi sebagai mata uang ketika ia dibeli dengan uang kertas jenis lain. ia akan sama seperti singkong, sebagai komoditas, dan konsep ekonomi demand-and-supply berlaku.

Akankah kita menghukumi dollar dengan rupiah, euro dengan yen, seperti layaknya kita menghukumi emas dengan emas, perak dengan perak, juwawut dengan juwawut?

Category:

Vk bhardwaj: My name is vikas . I'm administrator of Www.BestTheme.Net.This blog was opened for Demo test .

0 komentar

jangan hanya baca silahkan tinggalkan komentar kamu disini


JANGAN cuma BACA doank dong !!! apa komentar Sobat aneh ??? AYO buat klikaneh jadi HIDUP dengan 'ramai' nya komentar Sobat !!! di tunggu cuap cuap nya : D disini bebas berekspresi tapi tetap sopan dan tidak nyepam ya .. please ..
LAPORKAN !!! jika komentar bermuatan SARA, mencaci maki komentator lain, atapun melakukan SPAM. klik disini (moderator)
ayo sharing artikel ini ke teman teman lainnya !